Friday, March 13, 2015

Jiwa dalam Sebuah Persahabatan

Jiwa dalam Sebuah Persahabatan      

     Misha menyingkap kembali tabir ingatannya. Sharon. Manis nama itu, semanis orangnya. Dialah kawan karib Misha yang selalu diingatnya. Sudah enam tahun mereka mengenal satu sama lain. Kegembiraan dan kepahitan hidup di alam remaja mereka lalui bersama. Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan saja. Misha kehilangan seorang sahabat yang tidak ada gantinya.

         Peristiwa itu terjadi dua tahun yang lalu. Sewaktu itu mereka sedang berada di kantin sekolah. Misha sedang memarahi Sharon karena menghilangkan pena kesayangan miliknya. Apabila Misha bertanya, Sharon hanya berkata dia akan menggantikannya. Misha tidak mau Sharon menggantinya. Karena pena yang hilang berbeda dengan pena yang akan diganti oleh Sharon. Pena yang hilang adalah hadiah dari Sharon sewaktu mereka menjadi sepasang kawan karib.

     “Aku tak mau kau menggantikannya! Pena yang hilang itu berharga bagiku! Selagi kau tak menemukan pena itu, selama itulah aku tak akan berbicara dengan kau!” Misha memarahi Sharon.
Meja kantin itu dihentaknya dengan kuat hingga Sharon terkejut. Misha yang wajahnya memang kemerah-merahan, saat marah bertambah merahlah wajahnya. Sharon dengan keadaan sedih dan terkejut hanya diam lalu beranjak dari tempat tersebut. Misha tau Sharon merasa sedih mendengar kata-katanya itu. Misha tidak berniat menyakiti hati Sharon, tetapi saat itu dia terlalu marah dan tanpa dia sadari, mutiara jernih membasahi pipinya.

Dok. Pribadi
     “Sudah beberapa hari Sharon tidak datang ke sekolah. Aku merasa risau. Apakah dia sakit ? apa yang terjadi ?” Kata Misha dalam hati. Benaknya terganggu oleh seribu satu pertanyaan. “Eh, aku hendak pergi ke rumahnya” bisik Misha dalam hati. Tetapi niatnya berhenti disitu. Dia merasa segan. Tiba-tiba telepon di rumah misha berbunyi “Ring, riiiiing, riiiing” Ibu Misha yang menjawab panggilan itu. “Misha ! Misha!” teriak ibunya. “Cepat, ganti baju. Kita pergi ke rumah Sharon ada sesuatu yang terjadi. Kakaknya Sahron menelepon, menyuruh kita untuk segera pergi ke rumahnya” suara ibu Misha tergesa-gesa menyuruh anak daranya cepat bersiap. Tiba-tiba jantung Misha berdetak dengan cepat. Tak pernah dia merasa begitu. Pasti ada sesuatu yang buruk terjadi. “Ya Allah, tenteramkanlah hatiku. Apapun yang terjadi aku tahu ini semua ujian dari-Mu. Kumohon jauhilah segala perkara yang tak baik. Tolong selamatkanlah sahabatku.” Do’a Misha sepanjang perjalanannya ke rumah Sharon.

     Setibanya di sana, rumahnya dipenuhi dengan sanak saudaranya. Misha terus menuju ke ibu Sharon dan bersalaman dengan ibunya dan bertanya apa sebenarnya yang telah terjadi. Ibunya dengan nada sedih memberitahu Misha bahwa Sharon ditabrak mobil sewaktu menyebrang jalan yang berdekatan dengan sekolahnya. "Dia memang tidak sehat, tapi dia tetap ingin pergi ke sekolah. Katanya hendak berjumpa denganmu. Tapi keinginannya tak sampai. Sampai di saat dia menghembuskan nafasnya, kakaknya yang ada di sisinya melihat sebuah surat yang dia genggam di tangannya.” Suara ibu Sharon yang terisak-isak menceritakan pada Misha sambil memberikan surat yang ingin Sharon berikan pada sahabatnya. Di dalam surat itu terdapat pena kesukaanku. Di situ juga terdapat catatan darinya.

  
   


     Misha Sharmin, aku minta maaf karena membuatmu marah, karena tekah menghilangkan pena kesayanganmu. Setelah engkau memarahiku, aku pulang dari sekolah saat hujan llebat untuk mencari penamu. Di rumah aku tidak menemukannya. Tapi aku tak putus asa dan terus mencoba mengingatnya, akupun teringat bahwa penamu ada di meja science lab. Aku ingin ke sekolah untuk mencarinya, namun karena badanku tidak sehat aku meminta bantuan Siti untuk mencarikannya lebih dulu. Siti menemukan pena itu di bawah mejamu. Terima kasih karena telah menghargai pemberianku dan persahabatan kita yang telah terjalin selama setahun. Terima kasih sekali lagi karena selama ini mengajariku tentang arti persahabatan.

Sharon Osman

    


     Kolam mata Misha dipenuhi air mata yang akhirnya jatuh berlinangan dengan derasnya. Kalau boleh, ingin dia meraung sekuat hatinya. Ingin dia memeluk tubuh Sharon dan memohon maaf padanya, tapi semuanya sudah terlambat. Tiba-tiba dentuman guruh mengejutkan Misha yang sedang dalam lamunan. Barulah dia sadar, persahabatan mereka lebih berharga dari pena itu.  
     Misha benar-benar  menyesali perbuatannya. Dia berjanji tak akan membiarkan peristiwa ini terulang kembali. Semenjak itu Misha menjadi lebih rajin sholat, dan selepas itu dia membaca Al-Qur’an untuk menghadiahkannya kepada sahabatnya. Hanya dengan cara inilah Misha merasa dapat membalas jasa Sharon dan mempererat persahabatan mereka. Semoga dengan kalam Allah Sharon akan bahagia di alam sana.

Persahabatan selalu kekal adanya bilamana kita menerimanya dengan ketulusan hati


Sumber@Buku : Best Friends Forever-Arti Persahabatan (by. Khansa Akifah)
                Status : Modified

0 komentar:

Post a Comment