Thursday, August 27, 2015

Foraminifera-Foram of The Earth



Foraminifera-Foram of The Earth
 
   Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil, setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari kamar-kamar yang tersusun sambungmenyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola dengan satu lubang. 

http://descentintotheicehouse.org.uk/wp-content/uploads/Capture4.jpg

   Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi.

Manfaat fosil Foraminifera

   Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.

a. Biostratigrafi

   Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu. Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbedabeda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.


b. Paleoekologi dan Paleobiogeografi

   Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es. Sebuah sampel kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih hidup sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat digunakan untuk memprakirakan lingkungan masa lampau di tempat kumpulan fosil foraminifera diperoleh, ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah sampel mengandung kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik (prosentase foraminifera planktonik dari total kumpulan foraminifera planktonik dan bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan aspek kimia material penyusun cangkang.

   Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perbandingan isotop oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti dasar laut di seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar perairan masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang akan datang (keakuratannya belum teruji).

c. Eksplorasi Minyak

   Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang spesifik atau ter-tentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil sampel batuan yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi dan lingkungan saat batuan tersebut terbentuk.

   Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu pengeboran ke arah samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna meningkatkan produktifikas minyak. Selain ketiga hal tersebut dia atas foraminifera juga memiliki kegunaan dalam analisa struktur yang terjadi pada lapisan batuan. Sehingga sangatlah penting untuk mempelajari foraminifera secara lengkap.

Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2 :

1. Pellagic (mengambang)
    a. Nektonic (bergerak aktif)
    b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya

2. Benthonic (pada dasar laut)
    a. Secile (mikro fosil yang menambat/menepel)
    b. Vagile (merayap pada dasar laut)

   Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi struktur dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta lipatan.

Kegunaan Dari Mikro Fosil Foraminifera

Beberapa manfaat fosil antara laian sebagai berikut:

1. Membantu korelasi penampang suatu daerah dengan daerah lain baik    
    bawah permukaan maupun di permukan.
2. Menentukan umur, misalnya umur suatu lensa batu pasir yang terletak di dalam lapisan  
    serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil yang ada dalam batuan yang 
    melingkupi.
3. Membantu studi mengenai spesies.
4. Dapat memberikan keterangan-keterengan palenteologi yang penting dalam menyusun  
    suatu standar section suatu daerah.
5. Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi/regresi serta tebal/tipis lapisan.

Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :

1. Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu

    Yaitu fosil yang dipergunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini  
     mempuyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal. 
    Contohnya : Globorotalina Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.

2. Fosil bathymetry/fosil kedalaman

    Yaitu fosil yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman pengendapan.  
    Umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar. 
    Contohnya : Elphidium spp penciri lingkungan transisi

3. Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic
    Yaitu fosil yang mencirikan khas yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan. 
     Contoh : Globorotalia tumida penciri N18. 
 
4. Fosil lingkungan
    Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi. 
    Contohnya : Radiolaria sebagai penciri lingkungan laut dalam. 
 
5. Fosil iklim
    Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada saat itu. 
    Contohnya : Globigerina Pachyderma penciri iklim dingin.
    
Sistem Reproduksi

    Foraminifera bereproduksi dengan 2 cara yaitu aseksual dan seksual. Cara aseksual yaitu pada individu yang telah dewasa terdapat sebuah inti pada protoplasmanya. Inti tersebut kemudian membelah diri terus menerus selama menjadi dewasa membentuk nuclei-nuclei. Pada tahap selanjutnya inti-inti akan meninggalkan cangkangnya dan keluar sambil membawa sebagian protoplasmanya. Kemudian inti-inti dengan protoplasma tersebut membentuk cangkang baru dengan proloculum (kamar utama) yang besar dan cangkang yang relatif kecil (megalosfer).  
   
   Sedangkan selanjutnya dengan pada tahap seksual, pada bentuk-bentuk megalosfer ini membentuk kembali inti-inti kecil (nucleioli) yang semakin banyak pada tahapan dewasa, dan akhirnya pecah keluar melalui apertur sambil membawa protoplasma dan membentuk flagel untuk pergerakkannya. inti-inti dengan flagel itu disebut sebagai gamet jantan/betina. gamet-gamet tersebut saling beregerak mencari pasangan yang berlawanan untuk kemudian berkonjugasi (seksual fase) membentuk individu baru dengan proloculum kecil dan cangkang yang relatif besar, disebut mikrosfer. pada tahap selanjutnya mikrosfeer ini akan membelah diri kembali seperti pada tahap asexual dan selanjutnya terulang kembali siklus yang sama. 


 Credit goes to Yusuf Anugerah P

0 komentar:

Post a Comment