Jiwa dalam Sebuah Persahabatan
Misha menyingkap
kembali tabir ingatannya. Sharon. Manis nama itu, semanis orangnya. Dialah
kawan karib Misha yang selalu diingatnya. Sudah enam tahun mereka mengenal satu
sama lain. Kegembiraan dan kepahitan hidup di alam remaja mereka lalui bersama.
Tetapi semua itu hanya tinggal kenangan saja. Misha kehilangan seorang sahabat
yang tidak ada gantinya.
Peristiwa itu terjadi dua tahun yang lalu. Sewaktu itu mereka sedang berada di kantin
sekolah. Misha sedang memarahi Sharon karena menghilangkan pena kesayangan
miliknya. Apabila Misha bertanya, Sharon hanya berkata dia akan
menggantikannya. Misha tidak mau Sharon menggantinya. Karena pena yang hilang
berbeda dengan pena yang akan diganti oleh Sharon. Pena yang hilang adalah
hadiah dari Sharon sewaktu mereka menjadi sepasang kawan karib.
“Aku tak mau kau
menggantikannya! Pena yang hilang itu berharga bagiku! Selagi kau tak menemukan
pena itu, selama itulah aku tak akan berbicara dengan kau!” Misha memarahi
Sharon.
Meja kantin itu
dihentaknya dengan kuat hingga Sharon terkejut. Misha yang wajahnya memang
kemerah-merahan, saat marah bertambah merahlah wajahnya. Sharon dengan keadaan
sedih dan terkejut hanya diam lalu beranjak dari tempat tersebut. Misha tau
Sharon merasa sedih mendengar kata-katanya itu. Misha tidak berniat menyakiti
hati Sharon, tetapi saat itu dia terlalu marah dan tanpa dia sadari, mutiara
jernih membasahi pipinya.
Dok. Pribadi |
“Sudah beberapa
hari Sharon tidak datang ke sekolah. Aku merasa risau. Apakah dia sakit ? apa
yang terjadi ?” Kata Misha dalam hati. Benaknya terganggu oleh seribu satu
pertanyaan. “Eh, aku hendak pergi ke rumahnya” bisik Misha dalam hati. Tetapi
niatnya berhenti disitu. Dia merasa segan. Tiba-tiba telepon di rumah misha
berbunyi “Ring, riiiiing, riiiing” Ibu Misha yang menjawab panggilan itu.
“Misha ! Misha!” teriak ibunya. “Cepat, ganti baju. Kita pergi ke rumah Sharon
ada sesuatu yang terjadi. Kakaknya Sahron menelepon, menyuruh kita untuk segera
pergi ke rumahnya” suara ibu Misha tergesa-gesa menyuruh anak daranya cepat
bersiap. Tiba-tiba jantung Misha berdetak dengan cepat. Tak pernah dia merasa
begitu. Pasti ada sesuatu yang buruk terjadi. “Ya Allah, tenteramkanlah hatiku.
Apapun yang terjadi aku tahu ini semua ujian dari-Mu. Kumohon jauhilah segala
perkara yang tak baik. Tolong selamatkanlah sahabatku.” Do’a Misha sepanjang
perjalanannya ke rumah Sharon.
Setibanya di
sana, rumahnya dipenuhi dengan sanak saudaranya. Misha terus menuju ke ibu
Sharon dan bersalaman dengan ibunya dan bertanya apa sebenarnya yang telah
terjadi. Ibunya dengan nada sedih memberitahu Misha bahwa Sharon ditabrak mobil
sewaktu menyebrang jalan yang berdekatan dengan sekolahnya. "Dia memang tidak
sehat, tapi dia tetap ingin pergi ke sekolah. Katanya hendak berjumpa denganmu.
Tapi keinginannya tak sampai. Sampai di saat dia menghembuskan nafasnya,
kakaknya yang ada di sisinya melihat sebuah surat yang dia genggam di
tangannya.” Suara ibu Sharon yang terisak-isak menceritakan pada Misha sambil
memberikan surat yang ingin Sharon berikan pada sahabatnya. Di dalam surat itu
terdapat pena kesukaanku. Di situ juga terdapat catatan darinya.
Misha
Sharmin, aku minta maaf karena membuatmu marah, karena tekah menghilangkan pena
kesayanganmu. Setelah engkau memarahiku, aku pulang dari sekolah saat hujan
llebat untuk mencari penamu. Di rumah aku tidak menemukannya. Tapi aku tak
putus asa dan terus mencoba mengingatnya, akupun teringat bahwa penamu ada di
meja science lab. Aku ingin ke sekolah untuk mencarinya, namun karena badanku
tidak sehat aku meminta bantuan Siti untuk mencarikannya lebih dulu. Siti
menemukan pena itu di bawah mejamu. Terima kasih karena telah menghargai
pemberianku dan persahabatan kita yang telah terjalin selama setahun. Terima
kasih sekali lagi karena selama ini mengajariku tentang arti persahabatan.
Sharon Osman
Kolam mata Misha
dipenuhi air mata yang akhirnya jatuh berlinangan dengan derasnya. Kalau boleh, ingin dia meraung sekuat hatinya. Ingin dia memeluk tubuh Sharon dan memohon
maaf padanya, tapi semuanya sudah terlambat. Tiba-tiba dentuman guruh
mengejutkan Misha yang sedang dalam lamunan. Barulah dia sadar, persahabatan
mereka lebih berharga dari pena itu.
Misha benar-benar menyesali perbuatannya. Dia berjanji tak akan
membiarkan peristiwa ini terulang kembali. Semenjak itu Misha menjadi lebih
rajin sholat, dan selepas itu dia membaca Al-Qur’an untuk menghadiahkannya
kepada sahabatnya. Hanya dengan cara inilah Misha merasa dapat membalas jasa
Sharon dan mempererat persahabatan mereka. Semoga dengan kalam Allah Sharon
akan bahagia di alam sana.
Persahabatan
selalu kekal adanya bilamana kita menerimanya dengan ketulusan hati
Sumber@Buku : Best Friends Forever-Arti Persahabatan (by. Khansa Akifah)
Status : Modified
0 komentar:
Post a Comment