EKOSISTEM LAUT
DALAM
71 % permukaan bumi berupa ekosistem
laut, yang juga merupakan 97 % dari air yang terkandung di bumi. Jadi, hanya 3
% saja (dari total air di bumi) air yang terkandung pada ekosistem lainnya.
Ekosistem laut berbeda dari ekosistem air tawar yang ditandai oleh kehadiran
senyawa-senyawa terlarut, misalnya natrium dan klorin, yang terlarut sebanyak
85 % dalam air laut. . Air laut memiliki salinitas rata-rata dari 35 bagian per
seribu (ppt) air. Sebenarnya salinitas bervariasi antara ekosistem laut yang
berbeda.
Zonasi Laut
Berdasarkan tingkat kedalamannya, laut
dibagi dalam 3 (tiga) zonasi sebagai berikut :
1.
Zona Eufotik
Zona
eufotik merupakan zona dimana cahaya matahari masih dapat masuk dan masih
memungkinkan untuk terjadinya keberlangsungan proses fotosintesis. Zona ini
meliputi kedalaman laut 0 – 150 meter.
2.
Zona
Disfotik
Zona
disfotik merupakan zona dimana cahaya matahari hanya sedikit dan tidak cukup
mendukung keberlangsungan proses fotosintesis. Zona ini meliputi kedalaman laut
150 – 1.000 meter.
3.
Zona Afotik
Zona afotik merupakan zona dimana cahaya matahari sama sekali
tidak dapat masuk, sehingga disebut pula zona yang gelap gulita sepanjang masa.
Zona ini meiputi kedalaman lebih dari 1.000 meter.
Berdasarkan tingkat kedalamannya, zona afotik dibagi 3, yaitu :
Dengan kedalaman 1.000 – 3.000 meter.
·
Zona Abisal
Dengan kedalaman 3.000 – 6.000 meter.
·
Zona Hadal
Dengan kedalaman lebih dari 6.000 meter.
Ekosistem
Laut Dalam merupakan habitat paling luas di muka bumi ini. Ekosistem Laut Dalam
berada pada kedalaman antara 700 – 10.000 meter (Zona Disfotik-Afotik), sehingga tidak lagi terjangkau oleh cahaya matahari,
karenanya pada ekosistem ini tidak mungkin hidup
produsen yang fotoautotraf.
Karakteristik kehidupan pada
ekosistem laut dalam
Kehidupan
di Laut Dalam memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan ekosistem
lainnya, yakni tingkat kegelapan yang total, temperatur yang ekstrim dingin,
kadar oksigen yang sangat terbatas, makanan yang juga terbatas, dan tekanan
udara yang sangat tinggi. Mahluk hidup di Laut Dalam harus memiliki kemampuan
beradaptasi dengan kondisi fisik tersebut untuk dapat bertahan hidup, melihat,
merasakan, memperoleh makanan, bereproduksi, bergerak, dan menghindarkan diri
dari pemangsa (predator).
Adapun karakteristik dari kehidupan
pada ekosistem laut dalam, yaitu :
a)
Cahaya
Kondisi di Laut
Dalam sangatlah gelap, yang dikarenakan sinar matahari tidak bisa mencapai Laut
Dalam. Satu-satunya sumber cahaya adalah yang diproduksi oleh bioluminescence, yaitu reaksi
kimia dalam tubuh mahluk hidup yang menghasilkan cahaya berskala kecil. Bioluminescence adalah cahaya yang dapat
dihasilkan oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari bakteri yang
hidup secara permanen didalam sebuah perangkap. Bioluminescence digunakan oleh hewan laut dalam sebagai alat
perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih bioluminescence
berfungsi sebagai umpan. Cahaya bioluminescence
yang dihasilkan biasa berwarna biru atau kehijauan, putih, dan merah. Walau
sebagian besar bioluminescence digunakan untuk mekanisme bertahan hidup, namun
beberapa diantara hewan laut dalam tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya.
Intensitas cahaya
yang sangat rendah tidak memungkinkan , adanya produksi primer di Laut Dalam.
Untuk beradaptasi, ikan laut dalam memiliki indra khusus untuk mendeteksi
makanan dan lawan jenis, keperluan reproduksi serta mempertahankan asosiasinya,
baik bersifat intra maupun inter-spesies.
b)
Tekanan
Tekanan air di
Laut Dalam berkisar antara 20 – 1.000 atm, dengan rata-rata 200 – 600 atm.
Tekanan kurang atau lebih dari tekanan rata-rata tersebut tidak lagi dapat ditolerir oleh sebagian besar spesies
organisme laut dalam. Daging dan tulang mahluk hidup Laut Dalam lunak dan
elastis, sehingga mereka bisa bertahan terhadap tekanan yang tinggi.
c) Temperatur
Tingkat perbedaan
temperatur antara permukaan laut dengan Laut Dalam sangat tinggi. Di Laut Dalam
temperature cenderung seragam dan konstan, yaitu berkisar antara 2 – 4 oC.
Kecuali pada wilayah hydrothermal vents
(mencapai > 80oC) dan cold
hydrocarbon seeps (kurang dari 1 oC).
d) Oksigen
Kehidupan di Laut
Dalam hanya membutuhkan oksigen dalam jumlah yang relative sedikit. Oksigen
ditransportasikan dari permukaan laut ke Laut Dalam ketika temperatur di
permukaan menurun, sehingga air yang ada di permukaan laut bergerak ke bawah.
e) Ketersediaan Makanan
Beberapa makanan
berasal dari detritus, yaitu sisa penguraian hewan dan tumbuhan yang terangkut
secara hidrodinamis dari zona lautan yang ada diatasnya.
Adaptasi mahluk hidup pada ekosistem laut dalam
Bentuk adaptasi
dari mahluk hidup yang ada di Lautan Dalam, diantaranya adalah dengan memiliki
mata yang lebar sehingga dapat menangkap sekecil apapun cahaya, bioluminescence, indera
penciuman yang kuat, komposisi tubuh (tidak memiliki sirip, daging dan tubuh
yang lunak dan elastic) sehingga bisa bertahan terhadap tekanan yang tinggi,
perut yang lebar, tidak memiliki taring. Selain itu, warna juga merupakan bentuk
adapatasi yang berfungsi sebagai kamuflase dan pertahanan diri terhadap
predator. Ikan-ikan Laut Dalam biasanya memiliki warna transparent, hitam,
perak, atau merah.
Mahluk hidup di Laut Dalam
mengembangkan mekanisme makan yang unik karena keterbatasan cahaya dan
kelangkaan makanan yang tersedia. Ikan-ikan Laut Dalam memiliki perut yang
besar dan berkembang sehingga dapat menampung makanan dalam jumlah yang banyak
sebagai persediaan menghadapi kesulitan memperoleh makanan. Ikan-ikan ini
membatasi gerakannya untuk menghemat energi, sehingga tidak perlu berenang
untuk mencari makanannya. Mereka hanya berdiam di suatu tempat dan memasang
jebakan untuk mangsanya dengan adaptasi yang dimilikinya.
Fang Tooth Fish |
Sebagai contoh, Ikan Fang Tooth yang
memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada mangsa yang lewat
didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena memang tidak
banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Contoh lainnya adalah
Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut
sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi
mangsa yang ada didekatnya.
Rantai makanan pada ekosistem laut dalam
Deepsea urchins (reminiscent of cacti) grow on the lavas at Rumble V volcano. |
Tiap organisme merupakan sumber energi dan sumber material bagi organisme lainnya. Di Laut
Dalam Produsen Utama tidak memiliki akses secara langsung dengan sinar
matahari, karenanya mereka menggunakan energi dari
bahan-bahan kimia (kemoautotrof). Dalam ekosistem Laut Dalam, yang
berperan sebagai produsen adalah detritus (fungi, bakteri dan protozoa) yang
menguraikan hewan dan tumbuhan mati yang berasal dari zona lautan di atasnya.
Hancuran bahan organik ini kemudian menjadi bahan makanan penting (nutrien)
bagi mahluk hidup lain di Laut Dalam.
Yang berperan sebagai konsumen pada
ekosistem laut dalam, baik itu konsumen tingkat I, II, dan seterusnya adalah
jenis-jenis ikan, ubur-ubur, cumi, dan udang, contohnya Phronima, Cumi-cumi,
Amoeba, Comb Jelly, Cope pod, dan ikan Hatchet. Sedangkan peran decomposer
dipegang oleh oleh mikroba pengurai.
Hutagalung
RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta. Hlm. 13-15.
0 komentar:
Post a Comment