Sunday, October 18, 2015

Lucidious - Chapter 1




Chapter 1 : Asal Mula


Rasanya baru kemarin, semua itu seolah terjadi kemarin.. aku tak mengerti.. sampai saat ini aku masih menyimpan tanya dalam benakku.. tentang apa yang terjadi 10 tahun lalu.. apa yang terjadi saat itulah yang menuntun kami sampai di masa seperti ini..


Apapun itu rasanya tidak adil jika terus mengutuk dan menyalahkan masa lalu.. aku ingat saat itu adalah kala pertama aku berjumpa dengannya.. dalam keadaanku saat itu yang sangat memuakkan jika aku mengingatnya lagi.. aku terlantar tanpa tahu apa-apa.. Aku mengalami gangguan pada ingatanku saat itu.. dan takdir secara sengaja mempertemukanku dengannya.


Takdir Tuhan memang maha daya dahsyatnya, yang tak sampai pengetahuanku untuk memahami bagaimana Sang Segala Maha menggiringku padamu yang bahkan tak terjangkau oleh ingatanku.. menjadikanmu sebuah pengharapan, pengharapan yang sejatinya hanya secuil kenyataan pahit yang akan terjadi di masa depan. Aku kecewa sebab senyummu lebih indah dari senja, senyum yang begitu indah., bersinar., menenangkan., lalu tenggelam begitu saja ditelan malam., Aku berharap bisa bersamamu lebih lama lagi.. bukan, aku berharap bisa menjagamu lebih lama lagi.. meski itu berarti aku harus mendekap dinding dengan punggungku hanya untuk memastikan kau baik-baik saja.


Tapi kau dan aku paham bahwa tak perlu bertatap muka untuk menjaga rasa., meski kutahu kita ada di dimensi yang sama..tanpamu.. bagiku sia-sia, kau dan aku pun menyadari cakrawala yang ada akan mengirimkan beribu do’a tanda hati akan selalu baik-baik saja.
Semakin ku mencoba untuk mendekatimu, semakin perih luka yang kau rasakan. Hadirku bagai garam diatas darahmu, entah aku tak mengerti.. Apakah takdir yang coba mempermainkan kita ?



Aku masih mengingat bagaimana kamu menepis semua penghakimanku atas takdir yang sedang berkomedi., “Jangan kamu ragu, ragu akan arti memiliki.. karena bagaimanapun konsep waktu akan tetap konsisten dengan kisah yang mengharumkanmu.. tetaplah disini menjadi penyejukku, tak ada keberatan dariku, bagiku bahagia adalah bersamamu.” Begitu keras pembelaanmu untuk menahanku.  
Sekeras apapun aku berusaha menghindarimu., kamu selalu saja menarikku kembali.. entah dengan kekuatan apa itu, kamu sendiri sadar bahwa kehadiranku hanya menyiksamu.. Tapi kau memang keras kepala. Aku harus mengakuinya, aku ingin menjadi teman bagi malam-malammu. Muara tenang atas pejam mu, entah pengharapanku selalu datang kembali, begitu dilematis sampai tak ku sadari aku sudah jatuh terlalu dalam hingga aku tak mampu bangkit lagi setegar dulu aku tanpa cintamu.


Kini kamu hanya terbaring, begitu pucat.. senyum mentarimu seakan berubah menjadi cahaya bulan yang tetap bersinar meski menahan perih yang menggerogoti dirimu secara perlahan.. Karenanya aku merasa gagal menjagamu..
Ketika pangkat nol bernilai satu, maka dari segi mana lagi aku mampu menahanmu ? engkau terlalu jauh dari jangkauanku, hingga aku tak lagi tersadar kehadiranmu memang akan benar-benar pudar.



Ditengah keputusasaan itu aku berusaha sebisa mungkin untuk menjaga kesadaranmu.. menjaganya agar tetap bersamaku.. walau ragamu telah tervonis untuk berdiam menanti keajaiban..


Hingga akhirnya aku melakukannya.. aku menciptakan fantasi dimana pikiranmu bisa hidup di dalamnya.. menjalani hari-hari seperti sedia kala.. memang ini tak nyata, namun selama itu bisa menjagamu tetap memiliki eksistensi di dunia.. aku rasa kamu akan bahagia.. rasanya apa yang hilang dariku sepadan dengan bahagia yang akan kau dapatkan. 


0 komentar:

Post a Comment