Chapter 1 : Asal Mula
Rasanya baru
kemarin, semua itu seolah terjadi kemarin.. aku tak mengerti.. sampai saat ini
aku masih menyimpan tanya dalam benakku.. tentang apa yang terjadi 10 tahun
lalu.. apa yang terjadi saat itulah yang menuntun kami sampai di masa seperti
ini..
Apapun itu
rasanya tidak adil jika terus mengutuk dan menyalahkan masa lalu.. aku ingat
saat itu adalah kala pertama aku berjumpa dengannya.. dalam keadaanku saat itu
yang sangat memuakkan jika aku mengingatnya lagi.. aku terlantar tanpa tahu
apa-apa.. Aku mengalami gangguan pada ingatanku saat itu.. dan takdir secara
sengaja mempertemukanku dengannya.
Takdir Tuhan
memang maha daya dahsyatnya, yang tak sampai pengetahuanku untuk memahami
bagaimana Sang Segala Maha menggiringku padamu yang bahkan tak terjangkau oleh
ingatanku.. menjadikanmu sebuah pengharapan, pengharapan yang sejatinya hanya
secuil kenyataan pahit yang akan terjadi di masa depan. Aku kecewa sebab
senyummu lebih indah dari senja, senyum yang begitu indah., bersinar.,
menenangkan., lalu tenggelam begitu saja ditelan malam., Aku berharap bisa
bersamamu lebih lama lagi.. bukan, aku berharap bisa menjagamu lebih lama
lagi.. meski itu berarti aku harus mendekap dinding dengan punggungku hanya
untuk memastikan kau baik-baik saja.
Tapi kau dan
aku paham bahwa tak perlu bertatap muka untuk menjaga rasa., meski kutahu kita
ada di dimensi yang sama..tanpamu.. bagiku sia-sia, kau dan aku pun menyadari
cakrawala yang ada akan mengirimkan beribu do’a tanda hati akan selalu baik-baik
saja.
Semakin ku
mencoba untuk mendekatimu, semakin perih luka yang kau rasakan. Hadirku bagai
garam diatas darahmu, entah aku tak mengerti.. Apakah takdir yang coba mempermainkan
kita ?
Aku masih
mengingat bagaimana kamu menepis semua penghakimanku atas takdir yang sedang
berkomedi., “Jangan kamu ragu, ragu akan arti memiliki.. karena bagaimanapun
konsep waktu akan tetap konsisten dengan kisah yang mengharumkanmu.. tetaplah
disini menjadi penyejukku, tak ada keberatan dariku, bagiku bahagia adalah
bersamamu.” Begitu keras pembelaanmu untuk menahanku.
Sekeras apapun
aku berusaha menghindarimu., kamu selalu saja menarikku kembali.. entah dengan
kekuatan apa itu, kamu sendiri sadar bahwa kehadiranku hanya menyiksamu.. Tapi
kau memang keras kepala. Aku harus mengakuinya, aku ingin menjadi teman bagi
malam-malammu. Muara tenang atas pejam mu, entah pengharapanku selalu datang
kembali, begitu dilematis sampai tak ku sadari aku sudah jatuh terlalu dalam
hingga aku tak mampu bangkit lagi setegar dulu aku tanpa cintamu.
Kini kamu
hanya terbaring, begitu pucat.. senyum mentarimu seakan berubah menjadi cahaya
bulan yang tetap bersinar meski menahan perih yang menggerogoti dirimu secara
perlahan.. Karenanya aku merasa gagal menjagamu..
Ketika pangkat
nol bernilai satu, maka dari segi mana lagi aku mampu menahanmu ? engkau
terlalu jauh dari jangkauanku, hingga aku tak lagi tersadar kehadiranmu memang
akan benar-benar pudar.
Ditengah
keputusasaan itu aku berusaha sebisa mungkin untuk menjaga kesadaranmu..
menjaganya agar tetap bersamaku.. walau ragamu telah tervonis untuk berdiam
menanti keajaiban..
Hingga
akhirnya aku melakukannya.. aku menciptakan fantasi dimana pikiranmu bisa hidup
di dalamnya.. menjalani hari-hari seperti sedia kala.. memang ini tak nyata,
namun selama itu bisa menjagamu tetap memiliki eksistensi di dunia.. aku rasa
kamu akan bahagia.. rasanya apa yang hilang dariku sepadan dengan bahagia yang
akan kau dapatkan.
0 komentar:
Post a Comment