FARAIDH
A. Waris
- Defenisi
Waris atau Mawaris adalah bentuk jamak dari kata
”mirats” yang artinya ”harta
yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia”.
Sedangkan dari segi istilah ialah:
Artinya:
”Ilmu untuk mengetahui orang-orang yang berhak menerima
warisan, orang-orang yang tidak berhak menerimanya, bagian masing-masing ahli waris dan cara pembagiannya”.
Atau :
Artinya:
”Pengetahuan yang berkaitan dengan harta warisan dan
perhitungan kadar harta pusaka yang wajib diberikan kepada tiap orang yang berhak”.
Ilmu mawaris sering
disebut dengan kata fara'id (الفرائض) menurut bahasa merupakan bentuk jama' dari kata faridah (الفريضة). Kata ini
berasal dari kata fardu (الفرض) yang
mempunyai arti cukup banyak. Oleh para ulama, kata fara'id diartikan sebagai
al-mafrudah(المفروضة) yang berarti al-muqaddarah (المقدّرة), bagian-bagian yang telah
ditentukan. Dalam kontek kewarisan adalah bagian para ahli waris. Dengan
demikian secara bahasa, apabila ilmu yang membahas kewarisan disebut ilmu
fara'id karena yang dibahas adalah bagian para ahli waris, khususnya ahli waris
yang bagiannya sudah ditentukan.
Disebut dengan ilmu mawaris, karena dalam
ilmu dibicarakan tentang berbagai hal
yang berkaitaan dengan harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Sedangkan disebut dengan ilmu
faraidh, karena dalam ilmu ini
dibahas tentang bagian-bagian yang telah ditentukan besarnya bagian bagi masing-masing ahli
waris. Pada prinsifnya kedua istilah ini
sama-sama merupakan disiplin ilmu yang membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan tirkah (harta peninggalan) orang yang meninggal dunia.
- Hukum
Mempelajari Ilmu Faraidh
Begitu besar derajat Ilmu Faraidh bagi umat Islam sehingga oleh sebagian
besar ulama dikatakan sebagai separoh Ilmu. Hal ini didasarkan kepada hadis
Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasa’i dan Daru Quthni:
تَعَلَّمُوا القُرْانَ وَعَلَّمُوْهُ
النَّاسَ, وَتَعَلَّمُوْا الفَرَائِضَ وَعَلَّمُوْهَا النَّاسَ, فَإنِّى امْرُؤٌ
مَقْبُوْضٌ وَالعِلْمُ مَرْفُوْعٌ وَيُوشِكُ أَنْ يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِى
الفَرِيْضَةِ فَلاَ يَجِدَانِ أَحَدًا يُخْبِرُهَا
“Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang, pelajarilah ilmu
faraidh dan ajarkanlah ilmu itu kepada orang-orang, karena aku adalah manusia
yang akan direnggut (wafat), sesungguhnya ilmu itu akan dicabut dan akan timbul
fitnah hingga kelak ada dua orang berselisihan mengenai pembagian warisan,
namun tidak ada orang yang memutuskan perkara mereka”.
Berdasarkan
pada hadits Rasulullah SAW. yang memerintahkan mempelajari ilmu mawaris, maka hukum
mempelajarinya adalah wajib. Pengertian
wajib disini adalah wajib kifayah. Jika di suatu tempat tertentu ada yang mempelajarinya,
maka sudah terpenuhi tunututan Rasul. Tapi jika tidak ada yang
mempelajarinya, maka semua orang berdosa.
- Tujuan
dan kedudukan ilmu Mawaris
Secara umum tujuan mempelajarinya adalah:
a)
Agar dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada
ahli waris yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat islam.
b)
Agar diketahui secara jelas siapa yang berhak menerima
harta warisan dan diketahui bagian-bagiannya.
c) Menentukan pembagian
harta warisan secara adil dan benar, agar terhindar dari perselisihan antara
ahli waris.
Kedudukan ilmu mawaris
sangatlah penting dan dibutuhkan oleh masyarakat
muslim. Karena itu ilmu mawaris harus dapat dipahami, agar dapat dilaksanakan dengan semestinya.
Berkenaan ini rasul bersabda:
”Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah SAW. bersabda:
”Hai Abu Hurairah, pelajarilah faraidh dan ajarkanlah kepada orang lain, karena masalah ini adalah separuh ilmu, dan mudah dilupakan,
serta ilmu itu yang pertama-tama akan dicabut dari umatku”. (HR. Ibn Majah dan Daruqutni).
- Dasar
Hukum
Hukum kewarisan Islam
bersumber pada Al-Quran dan Hadits Rasulullah saw.
a) QS An-Nisa’ (7-11, 176); dan
beberapa surat lainnya.
Ayat di bawah ini menjelaskan tentang penghapusan bahwa penerima warisan hanyalah kerabat laki-laki dan
dewasa.
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا ﴿النساء:٧﴾
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا ﴿النساء:٨﴾
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ﴿النساء:٩﴾
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا ﴿النساء:١۰﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ﴿النساء:١١﴾
“Allah mensyari´atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.Annisa : 7-11)
b). Hadits Nabi
Muhammad saw.
Dalam haditsnya Rasul juga menjelaskan:
Artinya:
”Dari Ibn Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda
”Bagilah harta pusaka antara
ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Allah”. (HR. Muslim & Abu
Daud).
Disamping itu, Ijma dan Ijtihad para
ulama juga banyak berperan dalam menyelesaikan
berbagai masalah yang berkaitan dengan mawaris, terutama dalam hal teknis.
- Azaz-azaz Hukum Kewarisan Islam
Yang menjadi azaz-azaz hukum kewarisan
Islam, yaitu:
a)
Azaz Ijbari, yaitu peralihan harta dari seseorang yang
meninggal kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan
Allah swt. tanpa digantungkan kehendak pewaris atau ahli waris.
b)
Azaz Bilateral, yaitu seseorang menerima hak atau
sebagian warisan dari kedua belah pihak, yaitu kerabat keturunan laki-laki dan
perempuan.
c)
Azaz individual, yaitu harta warisan dapat dibagi-bagi
kepada ahli waris untuk dimiliki secara perseorangan. Artinya setiap ahli waris
berhak atas bagian yang didapatkannya
tanpa terikat kepada ahli waris yang lain, karena bagian masing-masing
ahli waris sudah ditentukan (QS.
An-Nisa: 7).
d)
Azaz keadilan berimbang, yaitu pembagian waris harus ada
keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara hak yang diperoleh seseorang dan
kewajiban yang harus ditunaikan. Seperti
laki-laki dan perempuan mendapat hak yang sebanding dengan pekerjaan yang dipikul masing-masing
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. (QS. Al-Baqarah: 233).
e)
Azaz akibat kematian, yaitu sistem pewarisan itu ada jika ada yang meninggal dunia, baik secara hakiki
maupun secara hukmi.
- Rukun dan
Syarat
Menurut hukum kewarisan Islam, rukun
kewarisan ada tiga, yaitu:
a)
Pewaris.
b)
Ahli waris.
c)
Harta warisan
Syarat terjadinya kewarisan ada tiga, yaitu:
a) Matinya
pewaris, yaitu mati secara hakiki, mati hukmi (menurut putusan hakim, seperti
mafqud), dan mati taqdiri (menurut dugaan, seseorang telah dinyatakan mati,
seperti ikut perang atau kecelakaan pesawat terbang yang sebagian besar
penumpangnya mati).
b)
Hidupnya ahli
waris, dalam keadaan ini ahli waris jelas pada saat matinya pewaris. Artinya ahli waris tersebut
benar-benar hidup, termasuk
dalamkategori bayi yang masih dalam kandungan.
c)
Tidak adanya penghalang kewarisan, yakni antara pewaris
dan ahli agama dan pembunuhan.
- Sebab-sebab
dan Halangan Pewarisan
Ada beberapa sebab terjadinya pewarisan,
yaitu:
a)
Karena hubungan keluarga/nasab (nasabiayah)/nasab hakiki
b)
Karena hubungan perkawinan yang sah/ mushaharah, Jika
statusnya cerai maka gugurlah saling mewarisi, kecuali masa iddah pada talak
raj’i.
c)
Karena hubungan wala’ (memerdekakan hamba sahaya)/nasab
hukmi.
Artinya:
”Sesungguhnya hak wala’ itu untuk orang yang memerdekakan budak”. (Muttafaq
’alaih)
Dalam hadits lain, Rasuullah SAW
bersabda:
Artinya:
Hubungan orang yang memerdekakan hamba dengan hamba dengan hamba itu
seperti hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan”. (HR.
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim).
d)
Karena
seagama. Faktor seagama dapat menyebabkan orang bisa saling mewarisi, jika
pewaris meninggal dan tidak mempunyai ahli waris baik karena nasabiyah, wala’
ataupun perkawinan. Dalam hal ini harta warisan tersebut diserahkan ke baitul
mal untuk kepentingan kaum muslimin (seagama).
Rasul bersabda:
Artinya:
”Saya menjadi ahli wali orang yang tidak mempunyai ahli
waris. Aku membayar dendanya dan aku mewarisinya”. (HR. Abu Daud dan
Ahmad).
Hadits di atas
menjelaskan bahwa Rasul menjadi ahli waris adalah bahwa Rasulullah itu menerima
dan menyalurkannya kepada kaum muslimin atau digunakan untuk kemaslahatan umat.
Sebab-sebab terhalangnya pewarisan adalah:
a)
Hamba sahaya, kecuali jika ia telah merdeka. Hamba sahaya
tersebut tidak dapat mewarisi dari tuannya maupun orang tua kandungnya.
a)
Pembunuh, terutama sekali pembunuh keluarganya sehingga
ia tidak dapat menerima harta warisan dari orang yang dibunuhnya. Kategori
pembunuhan yang dimaksudkan adalah pembunuhan yang dilakukan secara sengaja
atau seperti disengaja.
Rasul bersabda:
Artinya:
”Yang membunuh tidak mewarisi dari yang dibunuhnya”. (HR.
Al-Nasa’i)
Dalam hadits lain juga
dijelaskan:
Artinya:
”Barang siapa yang membunuh seorang, maka ia tidak dapat
mewarisinya, walaupun orang yang dibunuh tidak mempunyai ahli waris selain
dirinya, dan jika yang terbunuh itu ayah atau naknya maka bagi pembamunuh tidak
ada hak untuk mewarisi”. (HR. Ahmad)
c) Murtad (keluar dari agama Islam)
d) Berlainan
agama. Antara orang Islam dengan non Islam (kafir) tidak ada hak saling mewaris, meskipun
ada hubungan nasabiyah yang sangat
dekat.
Rasulullah bersabda:
Artinya:
Dari Usamah bin Zaid, dari Nabi SAW bersabda: ”Tidak
mewarisi orang Islam akan orang kafir.
Demikian pula orang kafir tidak pula mewarisi dari orang Islam”. (HR. Jamaah)
- Golongan
Ahli Waris
a) Ahli Waris
Laki-laki
Susunan ahli waris
dari garis keturunan laki-laki, yaitu:
- Bapak
- kakek dan seterusnya
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya
kebawah
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki seayah
- Saudara laki-laki seibu
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
- Paman sekandung (saudara laki-laki ayah sekandung)
- Paman seayah (saudara laki-laki seayah)
- Anak laki-laki paman sekandung
- Anak laki-laki paman seayah
- Suami
- Laki-laki yang memerdekakan hamba sahaya
b) Ahli Waris Perempuan
Susunan ahli waris
perempuan, terdiri dari:
- Ibu
- Nenek dari pihak ibu terus ke atas
- Nenek dari pihak ayah (tidak terus ke atas)
- Anak perempuan
- Cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya
ke bawah dari garis laki-laki
- Saudara perempuan sekandung
- Saudara perempuan seayah
- Saudara perempuan seibu
- Istri
- Perempuan yang memerdekakan hamba sahaya
Apabila semua ahli
waris yang tersebut di atas (baik laki-laki maupun perempuan) maka yang berhak
mewarisi adalah:
a)
Anak laki-laki
b)
Anak perempuan
c)
ayah
d)
ibu
e)
suami/istri
Golongan yang berhak
menjadi ahli waris adalah:
a)
Zawil furudh adalah ahli waris yang menerima bagian
tertentu sesuai dengan ketetapannya (muqaddarah)
sehingga disebut dengan Furudh
al-muqaddarah yaitu:
1. 2/3 (dua
pertiga)
- Dua orang anak
perempuan atau lebih apabila tidak ada anak laki-
laki
- Dua orang cucu
perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada
ahli waris:
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Cucu perempuan dari anak laki-laki
·
Saudara laki-laki kandung
·
Bapak
·
Kakek dari pihak bapak
2. ½ (setengah), ahli warisnya adalah:
-
Anak perempuan tunggal, apabila tidak ada anak laki-laki
-
Cucu perempuan tunggal, apabila tidak ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Anak perempuan
-
Saudara perempuan kandung tunggal, apabila tidak ada ahli
waris:
· Anak laki-laki
· Anak perempuan
· Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
· Cucu perempuan
dari anak laki-laki
· Bapak
· Kakek dari
pihak bapak
-
Saudara perempuan sebapak tunggal, apabila tidak ada ahli
waris:
· Anak laki-laki
· Anak perempuan
· Cucu laki-laki
dari pihak laki-laki
· Cucu perempuan
dari pihak laki-laki
· Saudara
laki-laki kandung
· Saudara
laki-laki sebapak
· Saudara
perempuan kandung
· Bapak
· Kakek dari
pihak bapak
-
Suami, apabila tidak ada ahli waris:
· Anak laki-laki
· Anak perempuan
· Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
· Cucu perempuan
dari anak laki-laki
3. 1/3 (sepertiga), ahli warisnya adalah:
-
Ibu, apabila tidak ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
· Anak perempuan
· Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
· Cucu perempuan
dari anak laki-laki
· Dua orang
saudara atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan, baik sekandung, sebapak
atau seibu.
-
Dua orang saudara atau lebih, baik laki-laki maupun
perempuanapabila tidak ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Cucu perempuan dari anak laki-laki
·
Bapak
·
Kakek dari pihak bapak
4 ¼ (seperempat), ahli
warisnya adalah:
-
suami, apabila ahli warisnya:
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Cucu perempuan dari anak laki-laki
-
Istri, apabila tidak ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Cucu perempuan dari anak laki-laki
5. 1/6
(seperenam), ahli warisnya ialah:
-
Bapak, apabila ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Cucu perempuan dari anak laki-laki
-
Ibu, apabila ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Cucu perempuan dari anak laki-laki
-
Nenek, baik dari
pihak ibu atau bapak, apabila tidak ada ahli waris:
·
Ibu
·
Bapak (khusus nenek dari pihak bapak)
-
Cucu perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada
ahli waris:
·
Anak laki-laki
· Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
· Anak perempuan
lebih dari satu orang, artinya jika hanya ada satu oran anak perempuan kandung,
maka cucu perempuan memperoleh bagian seperenam.
-
Saudara perempuan sebapak seorang atau lebih, dengan
syarat bersamanya ada seorang saudara perempuan sekandung Itupun dengan syarat apabila tidak ada
ahli waris:
·
Anak laki-laki
· Anak perempuan
· Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
· Cucu perempuan
dari anak laki-laki
· Saudara
laki-laki sekandung
· Saaudara
laki-laki sebapak
-
Saudara seibu tunggal, baik laki-laki maupun
perempuan, apabila tidak ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
· Anak perempuan
· Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
· Cucu perempuan
dari anak laki-laki
· Bapak
· Kakek dari
pihak bapak
6. 1/8 (seperdelapan),
ahli waris yang memperoleh 1/8 adalah istri
apabila tidak ada ahli waris:
·
Anak laki-laki
·
Anak perempuan
·
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
·
Cucu perempuan dari anak laki-laki
Sedangkan Zawil arham yaitu keluarga
yang hubungan keluarganya jauh, dan mereka tidak termasuk ahli waris. Namun kelompok
zawil arham baru mendapat waris, jika tidak ada ahlul ‘ashabah dan tidak ada
zawil furudh kecuali suami dan istri.
B. Hijab
a. Defenisi
Menurut bahasa, hijab atau al-hajbu artinya penutup atau
penghalang. Maksudnya adalah
penutup/penghalang ahli warisnya yang semestinya mendapat bagian menjadi tidak mendapat
bagian atau terkurangi jumlah yang diterima, disebabkan ada ahli waris yang
lebih dekat pertalian kekerabatannya.
a. Macam-macam Hijab
Ada beberapa macam hijab dalam
pembagian warisan, yaitu:
a)
Hajbu bil-wasfi, yaitu seseorang terhalang dari
menerima warisan karena dirinya sendiri, seperti membunuh pewarisnya, atau
berbeda agama.
b)
hajbu bisy-syakhsi, yaitu terhalangnya seseorang dari
menerima warisan, baik seluruh maupun sebagian karena adanya orang lain. Hijab ini
terbagi dua:
1.
Hijab nuqshan: penghalang yang dapat mengurangi bagian
yang seharusnya diterima ahli waris.
2.
Hijab hirman: penghalang yang menyebabkan ahli waris
tidak mendapatkan warisan sama sekali karena ada ahli waris yang lebih dekat.
Mereka yang tidak terhijab adalah: anak laki-laki dan anak perempuan dari yang meninggal.
No
|
Ahli Waris
|
Bagian
|
Terkurangi
|
Menjadi
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Ibu
Ibu
Bapak
Bapak
Istri
Suami
Sdr. Pr sekandung
Atau seayah
2 sdr. Pr sekandung
Atau seayah
Cucu Pr garis laki2
Sdr. Pr seayah
|
½
1/3
Asabah
Asabah
¼
½
½
2/3
½
½
|
Anak/cucu
2 sdr/lebih
Anak laki2
Anak Pr
Anak / cucu
Anak / cucu
Anak/cucu Pr
Anak/cucu Pr
Seorang anak pr.
Seorang anak Pr.
|
1/6
1/6
1/6
1/6+asabah
1/8
¼
Asabah ma’al ghair
Asabah Ma’al ghair
1/6
1/6
|
a. Orang-orang yang terhijab Hirman:
a) Cucu laki-laki
terhijab oleh anak laki-laki
b) Kakek dari
bapak terhijab oleh bapak
c) Saudara
laki-laki sekandung terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
d) Saudara
laki-laki sebapak, terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
4.
Saudara laki-laki sekandung
5.
Saudara perempuan sekandung bersama dengan anak/cucu
perempuan
e) Saudara laki-laki seibu, terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Anak perempuan
3.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
4.
Cucu perempuan dari anak laki-laki
5.
Bapak
6.
Kakek dari pihak bapak
f) Anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung (keponakan) terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
4.
Kakek dari pihak bapak
5.
Saudara laki-laki kandung
6.
Saudara laki-laki sebapak
7.
Saudara perempuan sekandung atau sebapak bersama
anak/cucu perempuan
g) Anak laki-laki
dari saudara laki-laki sebapak, terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
4.
Kakek dari pihak bapak
5.
Saudara laki-laki kandung
6.
Saudara laki-laki sebapak
7.
Saudara perempuan sekandung atau sebapak bersama
anak/cucu perempuan (dari anak laki-laki)
8.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
h) Paman sekandung (saudara laki-laki bapak
sekandung) terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
4.
Kakek dari pihak bapak
5.
Saudara laki-laki kandung
6.
Saudara laki-laki sebapak
7.
Saudara perempuan sekandung atau sebapak bersama
anak/cucu perempuan (dari anak laki-laki)
8.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
i) Paman sebapak
(saudara laki-laki bapak sebapak) terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
4.
Kakek dari pihak bapak
5.
Saudara laki-laki kandung
6.
Saudara laki-laki sebapak
7.
Saudara perempuan sekandung atau sebapak bersama
anak/cucu perempuan (dari anak laki-laki)
8.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10. Paman
sekandung
j) Anak laki-laki dari paman sekandung,
terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
4.
Kakek dari pihak bapak
5.
Saudara laki-laki kandung
6.
Saudara laki-laki sebapak
7.
Saudara perempuan sekandung atau sebapak bersama
anak/cucu perempuan (dari anak laki-laki)
8.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10. Paman
sekandung
11. Paman sebapak
k) Anak laki-laki dari paman sebapak,
terhijab oleh:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.
Bapak
4.
Kakek dari pihak bapak
5.
Saudara laki-laki kandung
6.
Saudara laki-laki sebapak
7.
Saudara perempuan sekandung atau sebapak bersama
anak/cucu
perempuan (dari anak
laki-laki)
8.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10.
Paman sekandung
11.
Paman sebapak
12.
Anak laki-laki dari paman sekandung
:)
0 komentar:
Post a Comment